Universal bermakna dapat diterapkan setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Keuniversalan ini dapat dilihat pada masalah muamalah yang mempunyai cakupan yang sangat luas dan fleksible, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim . Secara umum tugas kekhalifahan manusia adalah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan (QS. 6:165) serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas (QS. 51:56). Untuk menunaikan tugas tersebut Allah SWT memberi manusia dua nikmat utama, yaitu manhaj al-hayat ‘ sistem kehidupan’ dan wasila al-hayat ‘sarana kehidupan.
Aktifitas Bisnis Dalam Pandangan Syariah |
Manhaj al-hayat adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber kepada Al-qur’an dan sunnah Rasul. Aturan tersebut berbentuk keharusan melakukan sesuatu atau sebaiknya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan atau sebaiknya meninggalkan sesuatu. Aturan tersebut dikenal dengan ‘al-ahkamu taklifiyah; yakni wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram. Aturan tersebut bertujuan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik yang menyangkut keselamatan agama, keselamatan diri (jiwa & raga), keselamatan akal, keselamatan harta benda maupun keselamatan nasab keturunan. Hal semua ini merupakan kebutuhan pokok atau primer seluruh manusia (al-hajat adh-dharuriyyah) yang merupakan tujuan pokok syariah Islam . Pelaksanaan Islam sebagai way of life secara konsisten dalam semua kegiatan kehidupan akan melahirkan tatanan kehidupan yang baik ‘hayatan thayyibah’ (QS. 16:97).
Sebaliknya menolak sistem ini maka berbagai krisis, resesi, kesulitan hidup, kesengsaraan, kehidupan yang hampa, rusaknya nilai-nilai moral/ahlaq, kekacauan, ketakutan , kesempitan hidup, kezaliman dan sebagainya akan terjadi secara simultan ‘ma’isyatan dhanka’ (QS. 20:124-126). Aturan-aturan ini juga diperlukan untuk mengelola wasilah al-hayah atau segala sarana prasarana kehidupan (air, tanah, tumbuhan, hewan ternak , dan harta benda lainnya) yang diciptakan Allah SWT untuk kepentingan hidup manusia secara keseluruhan (QS. 2:29). Sesuai pradigma diatas aktifitas bisnis dapat dijelaskan sebagai berikut:
A.Pemiliki mutlak segala sesuatu yang ada di muka bumi ini termasuk harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia sifatnya relatif dan sementara, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai ketentuan-Nya (QS. 57:7). Karena sesungguhnya setiap manusia lahir ke dunia dalam keadaan tidak membawa apa-apa dan akan meninggalkan dunia juga tidak membawa apa-apa kecuali amal sholehnya.
B.Bagaimana status harta yang dimiliki oleh manusia ?
Pertama, harta sebagai amanah yang harus dikelola dan dimanfaatkan sesuai ketentuan Allah SWT. Sebab harta yang diperoleh dan yang dimanfaatkan akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat tentang bagaimana cara mendapatkan harta dan dimana dibelanjakan atau dimanfaatkan. Olehnya itu pemanfaatan dan pengelolaan harta tidak boleh bertentangan dengan syariah yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh manusai sehingga manusia dapat melaksanakan ibadah kepada Allah dengan baik sebagai hakekat dari penciptaan-Nya. Amanah ini tidak boleh disia-siakan dalam bentuk maksiat, boros, dan hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Kedua, harta sebagai perhiasan dan kesenangan hidup. Sebagai perhiasan dan alat kesenangan hidup harta dapat memberikan motivasi hidup sehingga seseorang dapat memaksimalkan potensinya untuk bekerja mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup atau prestise dari harta kekayaan . Sehingga mendorong terjadinya dinamika kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sebaliknya harta dapat memperdayakan dan melalaikan diri terhadap kewajiban kepada Allah. Karena sesungguhnya harta dan dunia secara umum adalah kesenangan yang menipu (QS.57:20). Olehnya harus senantiasa berhati-hati terhadap tipuan harta kekayaan. Karena harta ibarat meminum air laut semakin diminum semakin haus. Bahkan Rasulullah SAW mengingatkan bahwa seandainya seseorang diberikan satu lembah emas, setelah dimiliki dia tidak puas, dia mau dua, tiga dan seterusnya sampai kematian menjemputnya.
Ketiga, Harta sebagai ujian keimanan., Harta adalah ujian Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Harta adalah sarana yang bersifat netral tergantung kepada siapa yang memegang dan memanfatkannya. Ia bisa dipergunakan dalam rangka kebajikan maupun kejahatan, untuk membangun maupun merusak. Ia akan membawa kebaikan dan keselamatan hidup didunia dan diakhirat, manakala dipergunakan dalam jalan yang benar, demi menegakkan tugas hidup beribadah dan bertauhid. Sebaliknya ia bisa menjadi bencana dan kecelakaan dunia dan akhirat manakala dimanfaatkan demi memuaskan dorongan hawa nafsu semata (QS. 3:186, 8:28). Tujuan Allah menguji manusia berupa harta agar Allah mengetahui, apakah kalian bersyukur kepad-Nya atas limpahan nikmat tersebut dalam rangka ketaatan kepad-Nya, ataukah disibukkan oleh harta kekayaan sehingga lalai mentaati-Nya dan bahkan mendurhakai-Nya? Ujian ini berupa kebaikan dengan banyak harta kekayaan atau keburukan berupa kekurangan harta kekayaan (QS. 21:35). Dan kebanyakan manusia tidak lulus ujian dengan melimpahnya harta kekayaan yang dimiliki, bahkan umumnya mereka menyombongkan diri dan mendurhakai Allah serta memandang enteng orang yang dibawahnya.
Keempat, Harta sebagai bekal ibadah. Harta kekayaan bukan tujuan hidup melainkan sarana beramal dan beribadah kepada Allah. Hampir semua ibadah terkait dengan harta kekayaan, hal ini dapat mendorong seseorang untuk lebih produktif agar dapat beramal lebih banyak. Berinfaq/sedekah, berzakat, naik haji, membangun sarana ibadah dan sarana umum, membantu jihad fiisabilillah semua nya membutuhkan harta kekayaan yang banyak.
C.Pemilikan harta dilakukan melalui usaha (a’mal) atau memiliki mata pencaharian (ma’isyah)
Dalam Al-qur’an dan hadis Nabi SAW mendorong seseorang untuk mencari nafkah secara halal (QS. 67:15). Syariah Islam sangat mengecam orang yang malas, tidak mau bekerja dan suka meminta-minta kepada sesama manusia padahal ia sanggup untuk bekerja. Rasulullah SAW memotivasi kita dengan berdoa’ agar terhindar dari penyakit lemah, sedih, susah, hina dan malas. Setiap orang wajib bekerja, kalau dia berkelebihan maka dia wajib mendermakannya. Bekerja merupakan kewajiban kepada Allah, kepada diri sendiri, kepada anak dan istri, kepada kerabat dan kewajiban membantu orang lain yang lemah. Bekerja yang halal merupakan kehormatan dan kemuliaan dan ibadah kepada Allah. Selanjutnya bekerja harus ihlas dan professional sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang optimum (QS. 28:26).
Rasulullah SAW menegaskan bahwa sesengguhnya Allah SWT mencintai seseorang bekerja secara professional. Dalam bekerja kita tidak boleh cepat puas dari hasil yang diperoleh tetapi hendaklah setelah selesai pekerjaan melanjutkan pekerjaan berikutnya atau yang lain (QS. 94:7). Prinsipnya adalah bagaimana hidup ini fuul manfaat baik untuk urusan dunia maupun untuk urusan akhirat. Sebagaimana Rasullah SAW mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya kepada orang lain. Tangan diatas (memberi) lebih baik dari pada tangan dibawah (menerima). Disini juga pentingnya tanggungjawab pemerintah bagaimana membuat regulasi sehingga masyarakat mudah bekerja dan mengembangkan pekerjaan sehingga dapat mendorong peningkatan produktivitas masyarakat.
D. Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan kematian (QS. 102:1-2), melupakan dzikrullah (QS. 63:9) ,melupakan sholat dan zakat (QS. 24:37), memusatkan kekayaan hanya pada kelompok orang kaya atau konglomerat saja. (QS. 59:7). Syariah Islam mengajarkan pentingnya hidup yang seimbang. Seimbang antara urusan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan spiritual. Syariah Islam mengajarkan kepada manusia bahwa harta kekayaan merupakan karunia Allah SWT yang harus diperoleh dengan memaksimalkan doa’ ,ikhtiar serta menyempurnakan tawakkal. Meskipun demikian tidak boleh dengan alasan karena bekerja mencari karunia Allah kita melupakan hak dan kewajiban kita kepada Allah. Olehnya itu setiap orang , lembaga, instansi atau perusahaan tidak boleh menghalagi seseorang untuk melaksanakan ibadah karena alasan pekerjaan. Justru seharusnya yang dilakukan adalah bagaimana membuat sistem dan kebijakan dimana setiap orang dapat melaksanakan ibadah kepada Allah ditengah kesibukannya bekerja dengan tenang. Karena sesungguhnya ibadah itu dapat menjadikan seseorang lebih matang jiwanya, spirit kerja semakin fit, dapat melahirkan aspirasi yang cemerlang. Ibadah dapat meningkatkan stamina lahir dan batin
E. Dilarang menempuh usaha yang haram dalam mendapatkan harta kekayaan seperti; kegiatan transaksi riba (bunga) (QS. 2:273-281), perjudian, jual-beli yang terlarang atau haram (QS.5: 90-91), mencuri,menipu, merampok, menggasak, korupsi, nepotisme (QS. 5:38), curang dalam timbangan dan takaran (QS. 83:2-3), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (QS. 2: 188) dan melalui suap menyuap. Karena melakukan aktifitas bisnis yang bertentangan dengan syariah dapat merugikan pihak lain (zalim) dan merusak tatanan perekonomian masyarakat. Selain itu bisnis yang dikembangkan tidak memberi berkah dan maslahat terhadp kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
F. Harta harus berkembang dan manfaat. Harta/modal harus dimanfaatkan agar dapat mengembangkan harta/modal. Harta/modal tidak boleh diam (idle) atau ditimbun (ikhtikar) atau hanya berputar pada orang tertentu saja (QS. 59:7). Kalau seseorang tidak bisa mengelola hartanya dia boleh Kerjasama (mudharabah/musyarakah) dengan orang lain yang memiliki kemampuan bisnis . sehingga dapat mengembangkan usaha dan membuka kesempatan kerja. Wallahu a’lam
(Sumber: Artikel Idris Parakkasi. PINBUK sul-sel)
0 Response to "Aktifitas Bisnis Dalam Pandangan Syariah"
Posting Komentar