Belajar untuk cari apa?



Sepertinya akhir-akhir ini nilai pelajaran kalian turun sekali, kira-kira masalahnya apa ya" tanya saya.
"Kami capai loh kak, tiap hari harus ngerjain PR, belum lagi kegiatan-kegiatan lain yang menyita waktu"
"lagian, sekolah itu kan bukan untuk mengejar nilai kak"
Sejenak saya terdiam dengan jawaban lugas adik saya, benar atau tidak jawaban tersebut untuk dia sampaikan..?
setelah saya pikir-pikir beberapa saat, saya mempunyai dua jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu:

     Pertama: Saya bisa membenarkan jawaban tersebut dengan alasan bahwa sesungguhnya sekolah bukan hanya untuk mengejar nilai semata, tapi bagaimana seseorang mampu memahami materi pelajaran yang diberikan tanpa diikat oleh embel-embel 'nilai'. alasan ini memberi kebebasan bagi peserta didik untuk berekspresi, bebas mengeluarkan ide dengan cara pandang yang berbeda dalam menyikapi persoalan dalam pelajaran mereka. Mereka akan belajar sendiri untuk memahami sesuatu dengan belajar dari pengalaman-pengalaman mereka, dan tidak terbebani embel-embel nilai 'jelek' dan 'bagus'
   
    Kedua: Saya bisa juga menyalahkan jawaban tersebut dengan alasan bahwa tanpa embel-embel 'nilai' tersebut, maka kita tidak tahu sejauh mana seseorang memahami suatu materi pelajaran yang dia terima. 'Nilai' dengan embel-embel angka tersebut merupakan ukuran yang diberikan untuk memetakan sejauh mana seseorang memahami suatu persoalan dalam materi pelajaran yang dia terima. Sekolah sekarang memang telah digariskan hanya untuk mengetahui sesuatu masalah tanpa peduli sejauh mana hal itu terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi memang, sekolah saat ini sudah seperti hafalan saja tanpa menyentuh langsung pada realitas.


Bagaimana sesungguhnya Pendidikan kita?

    Persoalan pendidikan kita saat ini seolah menganggap bahwa 'nilai' bukan lagi sebagai bentuk pemetaan, tapi menjadi tujuan akhir dari pendidikan itu sendiri. Orientasi seperti ini telah mendorong para pendidik di sekolah-sekolah untuk meminta peserta didik(siswa) mengejar nilai setinggi-tingginya. Persoalan si anak mampu memahami materi yang diberikan bukan jadi soal yang penting lembar-lembar kerja siswa terisi penuh dengan jawaban yang benar sudah cukup. Para pendidik seringkali tidak mau tahu bagaimana proses siswa memperoleh jawaban tersebut. Apakah hasil tersebut merupakan murni hasil kerja siswa atau bukan, tidak jadi soal.

    Kondisi ini kemudian mendorong siswa hanya berorientasi untuk memperoleh nilai semata dengan angka-angka tertentu tanpa tahu apa tujuan sesungguhnya mereka belajar. Mereka kemudian menjadi tidak mampu berpikir kritis karena memang tidak diberi kesempatan untuk itu. Mereka hanya diberi waktu untuk menjawab segudang soal-soal teori dalam waktu yang singkat. Mereka kemudian hanya menjadi individu-individu penghafal sebagaimana menghafal ayat-ayat suci atau mantra-mantra. Ironisnya, seringkali juga para pendidik memberikan segudang PR tanpa memberi penjelasan terlebih dahulu dengan alasan agar siswa lebih aktif untuk belajar. Para siswa kemudian dipaksa untuk memanfaatkan waktu mereka hanya untuk menghafal, menghafal dan menghafal.
 
   Implikasi dari kondisi pendidikan seperti ini tentu saja adalah tidak mampunya siswa-siswa untuk berpikir kritis dan utamanya adalah bagaimana mengimplementasikan apa yang mereka pelajari dengan realitas yang ada. Ilmu hafalan yang mereka bangun membuat para siswa menjadi individu-individu yang tidak peka terhadap setiap persoalan yang timbul. Hal ini juga akan membuat kepekaan sosial semakin hilang dan tidak peduli pada sesama.

Idealnya pendidikan yang kita terima adalah pendidikan yang mampu menjadikan individu-individu menjadi lebih kritis. Mampu merangkum setiap pengalaman menjadi modal untuk memperbaiki diri di masa depan. Mengurangi volume kesalahan  pada tindakan dan meningkatkan yang positif dapa tindakan selanjutnya. Pendidikan yang kemudian merangsang Individu untuk berjiwa sosial dan paling penting mampu mengubah keadaan tanpa hanya sekadar mengetahu keadaan tersebut. Tentu saja, pendidikan seperti ini bukanlah pendidikan yang hanya mengejar nilai semata, tapi pendidikan yang lebih mendorong pada pemahaman dan menghubungkannya pada realitas.

0 Response to "Belajar untuk cari apa?"

Posting Komentar

Contact / Privacy Policy / Disclaimer / Sitemap