Kopral Kepala Cpm (Purn) Partika Subagyo Lelono. Dia lebih dikenal dengan sebutan “Kopral Bagyo” saja. Prajurit satu ini aneh bukan main. Selain karena ketangguhan fisiknya, Bagyo selama 32 tahun berdinas di TNI --sepanjang umur Orde Baru-- hingga kini pensiun, tidak pernah mau naik pangkat.
Padahal, naik pangkat artinya naik gaji. Dan Kopral Bagyo sudah lebih dari lima kali ditawari kenaikan pangkat. Terakhir sebelum pensiun, bahkan tawaran datang langsung dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
“Ia menawari kursus keprajuritan lagi paling tidak satu bulan (untuk naik pangkat). Tapi saya bilang begini ke Panglima: jangankan sebulan Panglima, sehari pun saya tidak mau. Lalu Panglima tertawa dan menyahut: ya wes, sak karepmu wae (terserah kamu saja),” kata Kopral Bagyo, bercerita kepada kumparan di kampungnya di Solo, belum lama ini.
Bagyo hanya mau menyandang titel Kopral --salah satu pangkat terendah (kelompok tamtama) dalam keprajuritan di TNI, tak mau yang lain. Sungguh keras kepala. Ada apa sih di balik sikap ngeyel-nya itu?
Suatu hari di tahun 2006, karena berhasil memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) setelah melakukan push-up 12 jam nonstop di Kantor Wali Kota Solo, wajah Bagyo muncul di sampul majalah terbitan Corps Polisi Militer (CPM). Ia menjadi cover boy.
“Memang saat (memecahkan rekor MURI) itu, saya push-up di depan komandan korem. Ada juga Pak Jokowi yang saat itu masih jadi Wali Kota Solo. Berita (saya push-up 12 jam nonstop) itu sampai ke pusat,” ujar Bagyo.
Tak ayal nama Kopral Bagyo makin tenar hingga Jakarta, sampai menjadi cover boy lokal di tempat dinasnya.
Saat itulah ide “selamanya Kopral” mulai menyusupi otak Bagyo, dan akhirnya mengendap ajek di sana.
“Biasanya di cover itu pimpinan TNI. Baru pertama kali, wajah kopral, wajah dengan pangkat terendah, jadi cover majalah Gajah Mada. Judulnya ‘Kopral Langka dari Solo.’ Melihat kata-kata itu, saya eman-eman (merasa sayang), ingin mengabadikan predikat ini,” kata Bagyo.
Kopral Bagyo
Padahal, naik pangkat artinya naik gaji. Dan Kopral Bagyo sudah lebih dari lima kali ditawari kenaikan pangkat. Terakhir sebelum pensiun, bahkan tawaran datang langsung dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
“Ia menawari kursus keprajuritan lagi paling tidak satu bulan (untuk naik pangkat). Tapi saya bilang begini ke Panglima: jangankan sebulan Panglima, sehari pun saya tidak mau. Lalu Panglima tertawa dan menyahut: ya wes, sak karepmu wae (terserah kamu saja),” kata Kopral Bagyo, bercerita kepada kumparan di kampungnya di Solo, belum lama ini.
Bagyo hanya mau menyandang titel Kopral --salah satu pangkat terendah (kelompok tamtama) dalam keprajuritan di TNI, tak mau yang lain. Sungguh keras kepala. Ada apa sih di balik sikap ngeyel-nya itu?
Suatu hari di tahun 2006, karena berhasil memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) setelah melakukan push-up 12 jam nonstop di Kantor Wali Kota Solo, wajah Bagyo muncul di sampul majalah terbitan Corps Polisi Militer (CPM). Ia menjadi cover boy.
“Memang saat (memecahkan rekor MURI) itu, saya push-up di depan komandan korem. Ada juga Pak Jokowi yang saat itu masih jadi Wali Kota Solo. Berita (saya push-up 12 jam nonstop) itu sampai ke pusat,” ujar Bagyo.
Tak ayal nama Kopral Bagyo makin tenar hingga Jakarta, sampai menjadi cover boy lokal di tempat dinasnya.
Saat itulah ide “selamanya Kopral” mulai menyusupi otak Bagyo, dan akhirnya mengendap ajek di sana.
“Biasanya di cover itu pimpinan TNI. Baru pertama kali, wajah kopral, wajah dengan pangkat terendah, jadi cover majalah Gajah Mada. Judulnya ‘Kopral Langka dari Solo.’ Melihat kata-kata itu, saya eman-eman (merasa sayang), ingin mengabadikan predikat ini,” kata Bagyo.
Kopral Bagyo
Sang Kopral pun berjanji kepada komandannya, bahwa “Kopral Langka dari Solo” akan terus menjunjung tinggi nilai-nilai keprajuritan di manapun dia berada.
Kopral Bagyo juga berjanji kepada Tuhan untuk menjaga pangkat rendah dia itu selamanya.
Sungguh sinting. Tapi jika tak begitu, bukan Kopral Bagyo namanya.
Dia sudah siap menanggung konsekuensi atas pilihannya menjadi kopral seumur hidup, yakni semalanya berpenghasilan rendah.
Yang penting, kata Bagyo, bersyukur.
Lagi-lagi semesta bekerja dengan caranya. Kopral Bagyo tak pernah kekurangan apapun.
“Saya serahkan kepada Tuhan, tapi bersyukur anak-anak sudah jadi. Sebelum saya pensiun, kedua anak saya sudah jadi prajurit. Mungkin ini cara Tuhan membalas rasa syukur saya,” kata Bagyo.
Ada satu hal lagi yang membuat Bagyo ingin menjadi kopral abadi, yakni saat melihat seorang prajurit dengan pangkat yang lebih tinggi hendak mengganggu prajurit dari korps lain.
“Waktu itu badan saya masih kurus. Bobot saya masih 67 kilogram. Saat itu ada rekan baru. Dia nakal, bertengkar dengan korps lain. Saya pisahkan mereka. Dia (prajurit yang nakal) mengalah, kalah,” ujar Bagyo.
“Saya ingin memberikan contoh ke adik-adik prajurit, pangkat bukan segalanya,” imbuhnya.
Keistimewaan fisik yang dimiliki Kopral Bagyo tak lantas membuatnya tinggi hati dan bermalas-malasan. Dia makin semangat berolahraga dan melatih diri menjaga kebugaran.
Tak ada yang bisa menggoyahkan keinginan Bagyo untuk menyandang pangkat kopral abadi, dari Komandan Resimen hingga Panglima TNI.
Semua takluk pada tekadnya.
“Panglima akhirnya bilang: ya sudah, tapi kamu jangan jelek-jelekkan TNI ya. Saya jawab: siap, saya akan terus menjaga nama baik TNI, pimpinan, dan keluarga saya,” kata Bagyo, mengisahkan ulang percakapannya dengan Jenderal Gatot.
Kopral Bagyo telah memilih, dan menjalani pilihannya dengan hati senang.
Baiklah Kopral, kami tunggu aksimu selanjutnya!
sumber : kumparan
Kopral Bagyo juga berjanji kepada Tuhan untuk menjaga pangkat rendah dia itu selamanya.
Sungguh sinting. Tapi jika tak begitu, bukan Kopral Bagyo namanya.
Dia sudah siap menanggung konsekuensi atas pilihannya menjadi kopral seumur hidup, yakni semalanya berpenghasilan rendah.
Yang penting, kata Bagyo, bersyukur.
Lagi-lagi semesta bekerja dengan caranya. Kopral Bagyo tak pernah kekurangan apapun.
“Saya serahkan kepada Tuhan, tapi bersyukur anak-anak sudah jadi. Sebelum saya pensiun, kedua anak saya sudah jadi prajurit. Mungkin ini cara Tuhan membalas rasa syukur saya,” kata Bagyo.
Ada satu hal lagi yang membuat Bagyo ingin menjadi kopral abadi, yakni saat melihat seorang prajurit dengan pangkat yang lebih tinggi hendak mengganggu prajurit dari korps lain.
“Waktu itu badan saya masih kurus. Bobot saya masih 67 kilogram. Saat itu ada rekan baru. Dia nakal, bertengkar dengan korps lain. Saya pisahkan mereka. Dia (prajurit yang nakal) mengalah, kalah,” ujar Bagyo.
“Saya ingin memberikan contoh ke adik-adik prajurit, pangkat bukan segalanya,” imbuhnya.
Keistimewaan fisik yang dimiliki Kopral Bagyo tak lantas membuatnya tinggi hati dan bermalas-malasan. Dia makin semangat berolahraga dan melatih diri menjaga kebugaran.
Tak ada yang bisa menggoyahkan keinginan Bagyo untuk menyandang pangkat kopral abadi, dari Komandan Resimen hingga Panglima TNI.
Semua takluk pada tekadnya.
“Panglima akhirnya bilang: ya sudah, tapi kamu jangan jelek-jelekkan TNI ya. Saya jawab: siap, saya akan terus menjaga nama baik TNI, pimpinan, dan keluarga saya,” kata Bagyo, mengisahkan ulang percakapannya dengan Jenderal Gatot.
Kopral Bagyo telah memilih, dan menjalani pilihannya dengan hati senang.
Baiklah Kopral, kami tunggu aksimu selanjutnya!
sumber : kumparan
0 Response to "Inilah KOPRAL BAGYO, Prajurit TERKUAT TNI Yang 20 Tahun Menolak Naik Pangkat! Alasannya Sangat Mengejutkan..."
Posting Komentar